I. PERILAKU SEKS BEBAS
Seks
bebas dapat diartikan sebagai hubungan intim sepasang manusia untuk memenuhi
kepuasan seksual yang dilakukan diluar hubungan yang sah (pernikahan). Perilaku
seks bebas di Indonesia dipengaruhi oleh masuknya budaya asing yang tidak
terfilter dengan baik. Revolusi seks yang mencuat di Amerika Serikat dan Eropa
pada akhir tahun 1960-an sudah merambah masuk ke negeri kita tercinta ini
melalui piranti teknologi informasi dan sarana-sarana hiburan lainnya yang
semakin canggih. Sekarang, untuk mendapatkan video, gambar dan cerita-cerita
tentang seks dan pornografi lainnya sangat mudah, dengan mengunjungi
situs-situs di internet yang menyediakan informasi-informasi tersebut seseorang
dapat dengan mudah mendapatkannya. Gambar-gambar porno yang mempengaruhi
terjadinya perilaku free seks juga disediakan oleh para penjual kaset
dan video. Sarana-sarana informasi tersebut yang mempengaruhi maraknya
kasus-kasus free seks di Indonesia.
Sejauh ini tercatat banyak kasus free seks di Indonesia yang sebagian besar pelakunya adalah remaja. Berdasarkan hasil penelitian di lima kota di Tanah Air, 16,35% dari 1.388 responden dari kalangan remaja mengaku telah melakukan hubungan seks di luar nikah atau seks bebas. Sebanyak 42,5% responden di Kupang, NTT (Nusa Tenggara Timur), melakukan hubungan seks di luar nikah dengan pasangannya, sedangkan 17% responden di Palembang, Sumatera Selatan dan Tasikmalaya, Jawa Barat, mengaku juga melakukan tindakan yang sama.
Di Singkawang, Kalimantan Barat, 9% remaja responden melakukan seks bebas dan 6,7% responden di Cirebon, Jawa Barat, juga termasuk penganut seks bebas.
Christo Kolimo - Pebisnis |
II. KEMANUSIAAN,
AGAMA DAN SOSIAL BUDAYA
1. Manusia Sebagai Makhluk Individu,
Sosial, dan Budaya
Manusia Sebagai Makhluk Individu
Kata ”Individu” berasal dari kata
latin, ”individuum” artinya ”yang tidak terbagi”. Maksud dari ”yang tidak
terbagi” di sini adalah bukan manusia sebagai suatu keseluruhan yang tidak
dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia
perseorangan. Jadi, individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki
peran dalam lingkungan sosial saja, melainkan memiliki kepribadian dan pola
tingkah laku yang khas.
Berkaitan antara individu dengan
individu lainnya, suatu individu dapat dikatakan sebagai manusia apabila pola
tingkah lakunya hampir identik atau sama dengan pola tingkah laku kelompok
sosialnya sehingga muncullah sebuah proses individualitas atau aktualisasi
diri. Proses individualitas ini merupakan sebuah proses yang dapat meningkatkan
ciri-ciri individualitas seseorang sampai pada dirinya sendiri. Oleh karena
itu, individu merupakan pribadi yang khas menurut corak kepribadiannya atau
pola tingkah lakunya.
Manusia sebagai Makhluk Sosial
Suatu individu dapat berkembang menjadi
manusia dengan adanya lingkungan atau tempat untuk berkembang dan berinteraksi.
Sebagai makhluk individu, manusia pun meiliki peran penting sebagai makhluk
sosial. Hal ini disebabkan oleh ketergantungannya setiap individu terhadap
orang lain dan tidak mungkin setiap manusia dapat hidup sendiri sejak lahir
sampai mati tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, manusia hidup sebagai
makhluk individu dan juga makhluk sosial (kecenderungan membutuhkan). Dengan
adanya kecenderungan yang bersifat sosial ini, maka muncullah suatu struktur
antar hubungan yang beraneka ragam yang disebut dengan kelompok sosial
(masyarakat). Dalam kehidupan yang ada, kelompok sosial (masyarakat) ini
terdapat penggolongan-penggolongan kelompok, seperti kelompok primer dan
sekunder, Gemeinschaft dan Gesellschaft, formal group dan infomal
group, community, dan masyarakat desa serta masyarakat kota. Dengan adanya
penggolongan-penggolongan kelompok sosial ini, individu dapat menentukan dan
memilih sendiri kelompok sosialnya sesuai dengan kepentingan dan tujuan yang
sama dengan dirinya.
Manusia sebagai Makhluk Budaya
Pada hakekatnya, manusia sebagai
makhluk individu dan sosial merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang tertinggi dan
paling beradab dibandingkan dengan ciptaan Tuhan lainnya. Oleh karena itu,
manusia yang mempunyai tingkatan lebih tinggi dari ciptaan Tuhan yang lainnya
dapat dibedakan secara jelas melalui akal dan pikiran. Setiap manusia pasti
memiliki pikiran dan akal budi sehingga manusia disebut sebagai makhluk budaya.
Sebagai makhluk budaya, tentunya terdapat suatu nilai-nilai budaya yang tujuannya digunakan untuk mengatur budaya-budaya yang telah ada. Nilai budaya tersebut terdiri dari pedoman budaya dan sistem budaya. Pedoman budaya memiliki pengertian nilai-nilai budaya yang lebih sempit dan merupakan nilai budaya yang biasanya diturunkan dari nenek moyang, sedangkan sistem budaya memiliki pengertian nilai-nilai yang lebih sempit dan biasanya lebih banyak digunakan dalam mayarakat sekarang ini.
2. Agama, Tradisi, dan Budaya
Menurut Selo Soemardjan dalam bukunya Setangkai
Bunga Sosiologi, kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta
masyarakat yang akan menjadi sebuah pacuan bagi kehidupan bermasyarakat guna
mencapai kehidupan yang sejahtera. Sedangakan menurut Koentjharaningrat dalam
bukunya Pengantar Ilmu Antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan dari
kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus
didapatkannya dengan cara belajar dan semua tersusun dalam kehidupan
masyarakat. Dalam
sebuah kebudayaan selalu terdapat cultural universal. Cultural
universal diterjemahkan menjadi kebudayaan yang universal atau kebudayaan
semesta. Unsur-unsur terbesar dalam satu kerangka kebudayaan dapat dijumpai
pada setiap kelompok pergaulan hidup manusia dimanapun di dunia ini. Ada tujuh
unsur kebudayaan universal. Adapun yang merupakan tujuh unsur kebudayaan
universal adalah peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi), sistem mata
pencaharian hidup (ekonomi), sistem kekerabatan dan organisasi sosial, bahasa,
kesenian, sistem ilmu danpengetahuan, dan sistem kepercayaan (religi). Bab ini
tidak membahas mengenai tujuh unsur kebudayaan universal secara gamblang,
tetapi kita akan melanjutkan bab kebudayaan dengan dua unsur didalamnya berupa
agama dan tradisi.
Secara
etimologis, agama berasal dari bahasa sansekerta yaitu a berarti tidak dan gam
berarti pergi, maksudnya agama berarti tidak pergi tetap di tempat atau
diwarisi turun temurun. Dalam bahasa Arab, agama disebut ad-diin yang berarti
menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Agama dapat diartikan
sebagai ikatan yang berasal dari kekuatan yang lebih tinggi dari manusia
sebagai kekuatan gaib yang dapat ditangkap oleh pancaindera, namun mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan manusia.
Agama
bersifat mengatur, mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan
manusia, dan manusia dengan lingkungan. Ajaran agama bersumber pada wahyu yang
berisi petunjuk Tuhan yang diturunkan kepada Nabi atau RasulNya. Agama menjadi
pendorong, penggerak serta pengontrol bagi tindakan-tindakan manusia agar tetap
sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan di masyarakat itu. Setiap agama mengandung
ajaran moral yang menjadi pegangan bagi para pemeluknya.
Selain
agama, unsur yang terpenting dalam kebudayaan adalah tradisi. Tradisi merupakan
gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses lama dan dilaksanakan
secara turun temurun. Tradisi juga dapat diartikan sebagai adat kebiasaan yang
dimunculkan oleh kehendak atau perbuatan sadar yang telah menjadi kebiasaan
sekelompok orang. Faktor penting yang melahirkan adat kebiasaan antara lain: 1.
Ada kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan tertentu, 2. Kemudian
perbuatan itu dipraktekkan secara berulang-ulang dan menjadi kebiasaan
3. Nilai Cinta Kasih dan Tanggung Jawab
Nilai Cinta Kasih
Cinta kasih merupakan sesuatu yang
terdapat dalam hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia
dengan alam maupun manusia dengan dirinya sendiri. Yang dimaksud dengan cinta
adalah perasaan simpati yang melibatkan emosi yang mendalam yang terjadi antara
manusia dengan Sang Pencipta, manusia dengan manusia, manusia dengan alam atau
lingkungan dan manusia dengan dirinya sendiri. Simpati disini mengandung maksud
pengenalan, sedangkan emosi didalamnya termasuk tanggung jawab, pengorbanan,
perhatian, saling menghormati dan kasih sayang.
Untuk
mewujudkan cinta kasih maka yang pertama harus mengenali siapa yang dicintai
supaya yang bersangkutan dapat menerima sebagaimana adanya. Kedua, kedua pihak
mempunyai tanggung jawab yang sama. Ketiga, dalam hubungan tersebut haruslah
ada unsur pengasuhan, perhatian, perlindungan dan saling peduli. Kemudian yang
keempat adalah harus saling menghormati. Yang lebih ditekankan disini adalah
cinta itu mengutamakan memberi bukan menerima.
Bentuk-bentuk cinta kasih, antara lain
:
Cinta Terhadap Tuhan
Wujud cinta kepada Tuhan antara lain
dengan melaksanakan perintahNya dan menjauhi larangannya. Beribadah dengan
ikhlas, dan senantiasa bertawakal dalam menjalani kehidupan yang diberikan oleh
Tuhan juga merupakan wujud cinta kita kepadaNya. Dengan mencintai Tuhan
hendaknya kita juga dapat mencintai diri sendiri, manusia lain, dan alam
semesta sebagaimana Tuhan mencintai seluruh ciptaanNya.
Cinta Persaudaraan
Manusia merupakan makhluk sosial yang
sangat membutuhkan bantuan manusia lain maupun makhluk lainnya. Selain itu
manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan hidup yang harus dipenuhi seperti
dorongan untuk mempertahankan hidup, dorongan seksual, dorongan untuk mencari
makan dan sebagainya. Dengan demikian maka jelaslah bahwa manusia sangat
membutuhkan orang lain. Dalam hal ini manusia perlu bekerja sama dan menjalin
hubungan baik. Untuk mewujudkan hubungan dan kerja sama yang baik itu maka
manusia harus menunjukkan nilai cinta kasih kepada sesama.
Cinta Keibuan
Cinta keibuan adalah cinta yang
dimiliki seorang ibu untuk anak-anaknya. Cirinya adalah sikap rela berkorban
dan tidak membutuhkan balasan. Ibu berperan sebagai agen yang menyosialisasikan
nilai-nilai kehidupan sebagai bekal kehidupan anak di masa mendatang.
Cinta Erotis
Cinta erotis merupakan cinta sepasang
manusia yang didasari dorongan seksual. Dalam hal ini perlu diingat bahwa cinta
erotis harus pada batasan-batasan tertentu yang sesuai dengan norma atau
peraturan yang ada.
Cinta diri sendiri
Mencintai diri sendiri berarti berarti
menyadari keberadaan kita, memperhatikan diri kita ataupun menyadari bahwa
hidup tidak bisa sendiri. Mencintai diri sendiri berbeda dengan mementingkan
diri sendiri. Mementingkan diri sendiri adalah suatu sifat tamak, egois dan
tidak memikirkan hak-hak orang lain.
Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah kewajiban
melaksanakan tugas tertentu. Tanggung jawab juga dapat diartikan sebagai
kesadaran manusia akan tingkah laku, berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan
kewajibannya. Manusia mempunyai berbagai tanggung jawab sesuai peran atau
status yang disandangnya. Bentuk tanggung jawab manusia berdasarkan statusnya
meliputi tanggung jawab terhadap diri sendiri, tanggung jawab terhadap
keluarga, tanggung jawab terhadap masyarakat dan tanggung jawab terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
4. Filter dalam Interaksi Lintas Budaya
Filter adalah penyaring. Filter
interaksi lintas budaya yaitu penggunaan akhlak dan budi pekerti. Lebih lanjut
lagi, filter merupakan alat untuk menyaring kebudayaan yang masuk. Karena dalam
budaya itu ada budaya yang baik dan budaya yang kurang baik, tentunya penentuan
baik atau kurang baik ini merupakan suatu konsensus masyarakat. Budaya disiplin
dan percaya diri misalnya, dapat kita ambil karena kedua budaya ini merupakan
budaya yang baik dan membangun. Sedangkan minum-minuman keras, seks bebas, dan
mengkonsumsi narkotika merupakan budaya yang kurang baik yang tidak perlu kita
ambil.
5. Penerapan Akhlak dan Budi Pekerti
dalam Kehidupan Pribadi dan Sosial Budaya
Sebagai
makhluk pribadi, manusia harus memenuhi aturan-aturan yang diterapkan dalam
diri pribadinya. Penerapan dari nilai akhlak dan budi pekerti ini adalah hak
dan kewajiban yang menyangkut pribadi mereka masing-masing. Namun, manusia
tidak hanya memiliki hak dan kewajiban atas diri masing-masing, tetapi juga
dalam lingkungan masyarakat. Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk
selalu berinteraksi dengan individu di sekitarnya. Oleh karena itu, manusia
senantiasa terikat oleh aturan-aturan sebagai bentuk kesepakatan yang terjadi
antara para anggota masyarakat itu sendiri. Sehingga, manusia memiliki hak dan
kewajiban yang harus dijalankan atas dasar peran sosial yang melekat pada
individu itu sendiri. Penerapan hak dan kewajiban dasar manusia sama pentingnya
dengan aplikasi nilai akhlak dan budi pekerti dalam pribadi manusia.
6. Norma Sosial dan Norma Hukum
Norma atau kaidah adalah aturan
perilaku dalam suatu kelompok tertentu, dimana setiap anggota masyarakat
mengetahui hak dan kewajiban di dalam masyarakat. Norma-norma itu
mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud : perintah dan larangan. Apakah yang dimaksud perintah dan
larangan menurut isi norma tersebut? Perintah merupakan kewajiban bagi
seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik.
Sedangkan larangan merupakan kewajiban bagi seseorang untuk tidak berbuat
sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik. Ada bermacam-macam
norma yang berlaku di masyarakat. Macam-macam norma yang telah dikenal luas ada
empat, yaitu:
Norma Agama : Ialah peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai
perintah-perintah, larangan-larangan dan ajaran-ajaran yang bersumber dari
Tuhan Yang Maha Esa. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapat hukuman dari
Tuhan Yang Maha Esa berupa “siksa” kelak di akhirat.
Norma Kesusilaan :
Ialah peraturan hidup yang berasal dari suara hati sanubari manusia.
Pelanggaran norma kesusilaan ialah pelanggaran perasaan yang berakibat
penyesalan. Norma kesusilaan bersifat umum dan universal, dapat diterima oleh
seluruh umat manusia.
Norma Kesopanan : Ialah norma yang timbul dan diadakan oleh masyarakat itu
sendiri untuk mengatur pergaulan sehingga masing-masing anggota masyarakat
saling hormat menghormati. Akibat dari pelanggaran terhadap norma ini ialah
dicela sesamanya, karena sumber norma ini adalah keyakinan masyarakat yang
bersangkutan itu sendiri.
Norma Hukum : Ialah peraturan-peraturan yang timbul dan dibuat oleh
lembaga kekuasaan negara. Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaanya dapat
dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara, sumbernya bisa
berupa peraturan perundang-undangan, yuris prudensi, kebiasaan, doktrin, dan
agama. Keistimewaan norma hukum terletak pada sifatnya yang memaksa, sanksinya
berupa ancaman hukuman. Penataan dan sanksi terhadap pelanggaran
peraturan-peraturan hukum bersifat heteronom, artinya dapat dipaksakan oleh
kekuasaan dari luar, yaitu kekuasaan negara.
http://www.google.co.id/imglanding?q=don%27t+freesex&um=1&hl=id&client=firefox-a&rls=org.mozilla:en-US:official&tbs=isch:1&tbnid=xIAo7VpnnrEpuM:&imgrefurl=http://www.sodahead.com/united-states/birth-control-seen-as-way-to-combat-climate-change/question-637291/&imgurl=http://www.proteinpower.com/drmike/wp-content/uploads/2009/03/triumpf_of_death_detail.jpg&ei=xD6TTab6IIOovQOWuqW-CA&zoom=1&w=500&h=353&biw=1024&bih=630
III. PERILAKU SEKS BEBAS DALAM PERSPEKTIF
KEMANUSIAAN, AGAMA DAN SOSIAL BUDAYA
Perilaku Seks Bebas dalam Perspektif Manusia Sebagai Makhluk Individu,
Sosial, dan Budaya
Manusia
sebagai makhluk individu mempunyai hati nurani sebagai control diri yang
cenderung berjalan kearah kebaikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia
sebagai makhluk individu mempunyai hasrat dan keinginan untuk memenuhi apa yang
dia butuhkan. Tidak terkecuali kebutuhan akan kepuasan seksual. Akan tetapi,
kebutuhan ini tidak dapat dengan mutlak dipenuhi tanpa syarat. Seks bebas
merupakan sebuah cerminan dalam pemenuhan kebutuhan kepuasan seksualitas
manusia yang tidak memperhatikan aturan-aturan dan norma yang berlaku di
masyarakat sosial. Sedangkan aturan dan norma dalam sebuah sistem masyarakat
yang berbudaya, selalu menghendaki keteraturan masyarakat yang patuh terhadap
apa-apa yang mereka sepakati. Dalam kesepakatan tersebut senantiasa tertanam
tujuan yang baik. Sedangkan seks bebas sama sekali tidak mencerminkan akan
tujuan baik tersebut. Jadi seks bebas pada hakikatnya berlawanan dengan hati
nurani manusia yang cenderung berjalan kearah kebaikan, juga berlawana terhadap
sistem masyarakat dan budaya yang cenderung pada keteraturan masyarakat yang
sarat dengan norma.
Perilaku Seks Bebas dalam Perspektif Agama, Tradisi, dan Budaya
Seperti
yang telah kita ketahui, agama senantiasa mengajak penganutnya untuk berbuat
baik. Perbuatan baik itu tentunya akan bermanfaat bagi kehidupan pribadi
manusia dan bagi sesamanya. Seks bebas, dalam perspektif agama, sama sekali
bukan merupakan tindakan terpuji, bahkan tindakan tersebut tergolong tindakan
yang sangat tercela dan dosa besar jika manusia melakukan tindakan seks bebas.
jelaslah bahwa tindakan tersebut tidak bisa dibenarkan. Agama sebagai pedoman
hidup manusia sudah memberikan solusi berupa perkawinan sah yang melegalkan
hubungan seks diantara manusia. Berbeda dengan perspektif agama, dalam kacamata
tradisi dan budaya perilaku seks bebas belum tentu dianggap sebagai perilaku
yang tidak baik. Hal tersebut sangat bergantung dengan masalah nilai dan norma
yang disepakati oleh masyarakat. Jika kita lihat budaya barat, disana perilaku
seks bebas sudah dianggap biasa, bahkan sudah menjadi tradisi. Bahkan seks
bebas telah dianggap sebagai hal yang biasa.
Perilaku Seks Bebas dalam Perspektif Nilai Cinta Kasih dan Tanggung Jawab
Dalam kasus seks bebas, remaja pelaku
tidak memperhatikan nilai-nilai cinta kasih dengan sebenarnya. Mereka
menganggap cinta erotis adalah alasan mereka melakukan perilaku tersebut, akan
tetapi mereka tidak memperhatikan batas-batas moral yang seharusnya dijaga.
Akhirnya mereka tidak mau bertanggung jawab atas akibat perbuatannya. Meraka
juga melalaikan tanggung jawab mereka pada dirinya sendiri, keluarga,
masyarakat maupun kepada Tuhan mereka.
Perilaku Seks Bebas dalam Perspektif Filter dalam Interaksi Lintas Budaya
Seks bebas yang terjadi di kalangan remaja terjadi akibat
kurangnya pemahaman terhadap filter interaksi lintas budaya dan implementasinya
dalam menyikapi hal tersebut. Oleh karena itu diperlukan pemahaman menyeluruh
tentang konsep penyaringan budaya yang masuk. Kita tidak bisa dengan serta
merta menerima apapun yang masuk kedalam budaya kita. Kearifan dan sikap yang
bijak dibutuhkan dalam menghadapi tantangan mobilisasi budaya yang tanpa batas
terjadi didunia ini.
Perilaku Seks Bebas dalam Perspektif Penerapan Akhlak dan Budi Pekerti
dalam Kehidupan Pribadi dan Sosial Budaya
Seks bebas, seperti kita tahu merupakan
suatu bentuk perbuatan tidak terpuji, tidak sesuai dengan penerapan akhlak dan
budi pekerti kita sebagai masyarakat yang berbudaya dan beragama. Dilihat dari
sudut pandang penerapan akhlak dan budi pekerti dalam kehidupan pribadi, seks
bebas bisa dikatakan merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak pribadi kita
sendiri, karena hal tersebut dapat mendatangkan Penyakit Menular Seksual (PMS),
infeksi, infertilitas maupun kanker, kemudian jika seorang wanita memiliki bayi
hasil hubungan seks bebas, maka hal tersebut juga dapat memicu terjadinya
aborsi yang dapat membahayakan hidupnya sendiri. Seks bebas juga dapat dianggap sebagai perbuatan yang tidak
menghargai kehidupan. Tingginya angka kematian akibat bunuh diri sebagai dampak
hubungan seks bebas juga merupakan contoh lain. Tubuh kitapun memiliki hak
untuk mendapatkan kebutuhan seksual, namun dengan cara-cara yang benar dan sah.
Oleh karena itu, sudah seharusnya remaja mengerti bahaya-bahaya dan akibat
buruk dari seks bebas sebagai pencegahan agar tidak melakukan hal tersebut.
Sebagai
makhluk sosial, manusia sangat erat berhubungan dengan manusia lainnya, karena
pada dasarnya manusia satu tidak dapat hidup tanpa manusia lain. Oleh karena
itu, menjaga hubungan satu sama lain merupakan hal yang penting untuk
kelangsungan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat. Salah satunya adalah
dengan membangun citra diri yang baik di mata masyarakat. Seseorang yang
diketahui masyarakat melakukan seks bebas akibatnya pada sebagian masyarakat
yang masih berpegang teguh pada hukum adat adalah dipergunjingkan, dihina,
bahkan dikucilkan. Karena pada umumnya seks bebas merupakan hal tabu oleh
sebagian besar masyarakat kita. Hal ini tentu dapat menghambat interaksi alami
dalam masyarakat. Padahal interaksi tersebut sangat penting untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia yaitu sosialisasi dan berkomunikasi dengan sesamanya.
Perasaan tidak berharga dan menurunnya nilai kepercayaan diri juga dapat
terjadi akibat kontrol sosial yang dilakukan masyarakat. Oleh karena itu, seks
bebas tidak dibenarkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Perilaku Seks Bebas dalam Perspektif Norma Sosial dan Norma Hukum
Seperti
yang dijelaskan dalam bab norma sosial dan norma hukum, bahwa norma-norma
tersebut selalu menghendaki kebaikan yang berdasarkan kesepakatan bersama.
Norma hukum bersifat memaksa. Seks bebas bukan merupakan perbuatan yang taat
hukum. Seks bebas juga bukan merupakan suatu norma yang baik yang disepakati
masyarakat, konsekuensinya, seks bebas merupakan sebuah tindakan pelanggaran
terhadap keteguhan norma dan hukum.
http://metro.kompasiana.com/2011/03/30/perilaku-seks-bebas-dalam-perspektif-kemanusiaan-agama-dan-sosial-budaya/
Artikel ini adalah tugas Etika Kristen pada tahun 2011 di Fakultas Teologi UKAW